ᮊᮧᮒ ᮘᮔ᮪ᮓᮥᮀ

Selama 30 hari hilang arah, berselimut amarah dah hidup tak bergairah ku putuskan tuk sejenak merebah. 17०C malam itu dihantarkannya aku menapaki jalan stasiun, dingin, sepi, sendiri. Ah, entah lah.. Aku hanya ingin berlari dari perihnya hidup di Ibu Kota yang bertambah pedih karena terbuai cinta. Salah kah aku, sejenak menepi dari langkahku yang gontai?

Bertemu aku dengannya, kisah 8 tahun lalu dari cerita yang satu-satunya masih terjaga dengan apik. Sosok enerjik yang sedikit demi sedikit membuatku lirak-lirik. Padahal hanya berbincang detik perdetik dengan senyumnya yang setitik. Malam itu aku tak berkutik, berharap 2 hari kedepan Jakarta tak inginkan ku balik. 


Cerita pelik menjadi teman berbagi umpan balik, dan terhenti pada sebuah titik.

Bibirku kelu. Hanya bisa mengaduh, dan mendaratkan kepalaku beradu dengan bahumu, pilu. Seketika nafas memendek patah, badan bergetar dan tangis beruraian. Maaf telah membuatmu bingung karena aku hanya meraung. Sekali kamu pastikan keadaanku, selebihnya kamu bebaskanku untuk meluapkan keresahan dalam pelukmu. Beri ketenangan, merasa nyaman atau kasihan? Hanya kamu yang tau jawabannya.  Meski begitu aku tetap berterima kasih, tubuh gemetar yang genap satu bulan, lenyap tertelan. 

Aku tak risau, kedatanganku memang hanya tuk penuhi janji, janji yang bertahun-tahun lalu enggan ku tepati dan selalu terhalangi. Temui dan hubungi aku kapan pun kamu mau, ku sediakan waktu, seperti kesediaanmu padaku di beberapa hari yang lalu.

Komentar

Postingan Populer